Zuhud, Pola hidup seorang Mukmin.
Oleh : Zulkarnain al-Maidaniy
Firman Allah Swt,
لكيلا تأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما أتاكم والله لا يحب كل مختال فخور
“ (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlau gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Al-Hadid (57): 23)
Materi Hadits
حدثنا سليمان بن حرب حدثنا شعبة عن عدي بن ثابت عن أبي حازم عن أبي هريرة أن رجلا كان يأكل أكلا كثيرا فأسلم, فكان يأكل أكلا قليلا فذكر ذلك للنبي ص فقال: إن المؤمن يأكل فى معى واحد والكافر يأكل فى سبعة أمعاء- رواه البخاري فى كتاب الأطعمة باب المؤمن يأكل فى معى واحد.
Terjemah Hadits
Hadits diterima dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki yang terbiasa makan banyak, tatkala dia masuk Islam, maka ia (mengurangi porsi) makan sedikit, lalu hal itu diadukan kepada Rasulullah Saw, lalu beliau bersabda, “ sesungguhnya orang mukmin itu makan pada satu wadah sedangkan orang kafir makan dalam tujuh wadah.”
Takhrij Hadits.
Hadits dengan matan sebagaimana diatas direkam oleh Imam Bukhari dalam shohihnya kitab al-ath’imah (makanan-makanan) Bab al-Mu’min ya’kulu fi mi’an wahidin (orang mukmin makan pada satu wadah) dengan nomor hadits 5397 dari jalan periwayatan sahabat Abu Hurairah r.a. beliau berkomentar, dalam sanad tersebut terdapat Abu Hazm yaitu Salman (dengan disukunkan lam) al-Asyja’i, bukan Salamah bin Dinar al-Zahid yang dia lebih muda dari al-Asyja’i dan tidak bertemu dengan Abu Hurairah.
Hadits senada terdapat juga dalam bab yang sama dengan penomoran 5393, 5394, 5395, dan 5396.
Imam Muslim mencatatnya dalam kitab al-Asyribah (minuman-minuman) bab al-mu’min ya’kulu fi mi’an wahidin wal kafiru ya’kulu fi sab’ati am’ain (orang mukmin makan pada satu wadah sedangkan orang kafir makan pada tujuh wadah) dengan nomor hadits 2060, 2061, 2062, 2063. Sunan Tirmidziy dalam Abwab al-ath’imah (bab makanan-makanan) bab ma ja’a annal mu’min ya’kulu fi mi’an wahidin (tentang orang mukmin yang makan pada satu wadah) dengan nomor hadits 1878 dan 1879. Hadits nomor 1878 beliau komentari dengan hasan shohih, sedangkan hadits 1879 beliau komentari dengan hasan ghorib. Matan kedua hadits riwayat Tirmidziy diatas senada dengan riwayat Bukhari diatas.
Imam Malik mencatat hadits tersebut dalam kitab sifat al-Nabi Saw (Pribadi Nabi Saw) bab ma ja’a fi mi’al kafir (hal-hal yang berkenaan dengan wadah orang kafir) dengan nomor hadits 9 dan 10. Imam al-Darimi mencatatnya dalam kitab Ath’imah (makanan-makanan) bab al-mukmin ya’kulu fi mi’an wahidin (orang mukmin makan dalam satu wadah) dengan hadits nomor 2040 dan 2043. hadits tersebut juga tercatat dalam Musnad Abdur Razak pada bab al-mukmin ya’kulu fi mi’an wahidin (orang mukmin makan pada satu wadah) dengan nomor hadits 19558 dan 19559.
Latar Belakang Hadits (Asbab al-Wurud)
Dalam riwayat Muslim dari jalan Abu Sholih dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi kedatangan tamu orang kafir, lalu dihidangkan kepadanya air susu hasil perahan dari satu ekor kambing, lalu tamu tersebut meminumnya, kemudian dia minum lagi kemudian lagi hingga mencapai perahan tujuh ekor kambing. Tatkala pagi harinya dan tamu tersebut masuk Islam lalu dihidangkan kembali satu perahan susu satu ekor kambing, lalu dia meminumnya, kemudian dihidangkan kembali perahan yang kedua tetapi dia tidak menyentuhnya. Orang tersebut adalah Tsumamah bin Atsal, ada yang mengatakan Jahjah al-Ghifari, dan ada juga yang mengatakan Nadlrah bin Abi Nadlrah al-Ghifari. Wallahu a’lam.
Biografi Shahabat
Abu Hurairah (w. 57 H/ 676 M) adalah Amir bin Abd Dzi Syar bin Thorif bin Itab bin Abi Sha’b bin Munabbah bin Sa’ad bin Tsa’labah bin Salim bin Fahm bin Ghonam bin Daus bin Adnan bin Abdillah bin Zahran bin Ka’ab ad-Dausi. Dalam riwayat lain ada yang mengatakan, beliau adalah Abdurrahman bin Shakhr. Berasal dari kabilah Azad di Yaman. Ia masuk Islam pada tahun penaklukan Khaibar (7 H/ 628 M). ia tinggal bersama 70 sahabat yang miskin di serambi masjid (Ahlu Suffah). Ia juga menjadi pelayan Rasulullah Saw sehingga mempunyai banyak kesempatan mendengar ucapan dan melihat perbuatan Rasul Saw. Beliau mengabdi dan menemani Rasul Saw selama empat tahun, sejak ia masuk Islam sampai Nabi wafat. Ia membagi malamnya atas tiga bagian; untuk membaca alqur’an, untuk tidur dan keluarga serta untuk mengulang-ulang hadits. Pada masakhalifah Umar bin Khatab, ia ditunjuk menjadi gubernur di Bahrein (21-23 H).
Kelebihan Abu Hurairah dalam menghafal hadits diakui oleh banyak ulama dan ia digolongkan sebagai salah seorang sahabat dari tujuh sahabat yang banyak menghafal hadits, yaitu Abu Hurairah, Abdullah bin Umar bin Khatab, Anas bin Malik, Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Abu Said al-Khudri. Dalam musnad Baqi bin Mukhallad terdapat 5.374 hadits yang berasal dari Abu Hurairah. Hadits-hadits dari Abu Hurairah yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim berjumlah 325 hadits, oleh Bukhari sendiri sebanyak 93 hadits dan oleh Muslim sendiri sebanyak 189 hadits ( al-Ishabah, Ibnu Hajar, jil IV dan Ensiklopedi Islam)
Syarah Mufradat
المعى والمعى ج أمعاء و المعاء ج أمعية : مصران البطن , usus atau berkenaan dengan perut (al-munjid 769 dan mu’jam al-wasith 914).
Fiqh Hadits
Dalam konsep hidup seorang muslim, kehidupan di dunia bukan merupakan tujuan akhir dari perjalanannya, melainkan sekedar transit untuk mempersiapkan bekal demi perjalanan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan akhirat. Hal ini tercermin dari cara pandang dan penyikapannya terhadap dunia itu sendiri. Bahkan Rasulullah Saw berpesan agar seorang muslim harus memposisikan diri sebagai orang yang asing atau hanya sekedar menjadi seorang penyeberang jalan, yang tidak pernah terlena oleh gemerlapnya tempat persinggahan dan indahnya lampu jalanan. Imam al-Ghazali mengibaratkan dunia ini tidak lebih dari sekedar tempat bercocok tanam yang akan ditunai hasilnya di akhirat nanti. Alqur’an mendefenisikan kehidupan dunia merupakan permainan dan senda gurau belaka (Qs. Al-Ankabut (29):64). Meskipun demikian, harus ada penyikapan yang proporsional, dalam artian, tujuan akhir bukan berarti menafikan akan wasilah yang menjadi penghubungnya (Qs. Al-Qashash (28): 77).
Hadits diatas yang menjadi pembahasan penulis mengisyaratkan akan adanya perbedaan antara orang muslim dan orang kafir dalam menyikapi kehidupan dunia, sehingga tampak dari cara makannya. Nabi Saw mencela seorang muslim yang memenuhi seluruh isi perutnya dengan makanan, hendaknya perut tersebut dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari makanan, air dan nafas (Hr. Tirmidziy dengan derajat hasan). Dalam haditsnya yang lain, Nabi bersabda bahwa “Kami adalah suatu kaum, yang tidak akan makan kecuali setelah merasa lapar dan berhenti sebelum kekenyangan”. Pola hidup seperti ini ternyata dapat kita teladani dari Nabi Saw sendiri dan keluarganya. Sayyidah Aisyah meriwayatkan,
ما شبع أل محمد S من خبز شعير يومين متتابعين حتى قبض رسول الله S – متفق عليه.
“ Keluarga Muhammad Saw tidak pernah dikenyangkan oleh roti yang terbuat dari gandum (kualitas baik) selama dua hari berturut-turut hingga Rasulullah Saw wafat” (Hr, Bukhari dan Muslim).
Bahkan dalam riwayat lain, Nabi Saw wafat dengan baju besi yang tergadai di tangan orang yahudi dengan tiga puluh sha’ gandum (Hr. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar memberikan beberapa kemungkinan tentang maksud hadits yang dijadikan materi pokok makalah penulis, diantaranya adalah bahwa seorang muslim itu sangat sedikit keinginannya akan makanan sehingga Allah memberikan berkah dari makanan yang sedikit tersebut sehingga merasa kenyang dengannya,berbeda dengan orang kafir yang sangat tamak terhadap makanan sehingga tidak pernah merasa cukup dengan makanan yang sedikit.
Imam Nawawi dalam kitabnya, Riyadhus sholihin bab keutamaan zuhud akan dunia serta anjuran untuk sederhana, menyertakan satu hadits yang bersumber dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah Saw dan bertanya, wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku akan suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya akan dicintai Allah dan juga sekaligus dicintai oleh manusia. Nabi Menjawab,
ازهد فى الدنيا يحبك الله, وازهد فيما عند الناس يحبك الناس
“berlaku zuhudlah akan dunia, Allah akan mencintaimu dan berlaku zuhudlah akan apa yang dimiliki oleh manusia niscaya kamu akan dicintai oleh manusia”. (Hr. Ibnu Majah dengan derajat hasan dan beberapa jalan periwayatan lainnya dengan derajat yang sama).
Zuhud secara bahasa mempunyai pengertian meninggalkan/ berpaling dari sesuatu dikarenakan kehinaannya atau karena sepele (tidak berarti bagi dirinya), sehingga tatkala dikatakan, zuhud akan dunia artinya adalah meninggalkan yang halal karena takut akan hisab-Nya serta meninggalkan yang haram karena takut akan siksa-Nya (al-Mu’jam al-Wasith hal 418). Implementasi dari sikap zuhud ini tercermin dari penyikapannya akan kehidupan dunia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Qs.al-Hadid ayat 23 diatas.
Maroji’
- Ibnu Hajar, Fath al-Bari, dar al-Hadits – Kairo, 1424 H/ 2004 M
- ________, al-Ishobah fi Tamyiz as-Shahabah, Dar al-Fikr – Libanon
- Abu Zakaria an-Nawawi, Riyadh al-Sholihin, Dar al-Fikr – Libanon 1414 H/ 1994 M
- Mu’jam al-Wasith
- Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiyar Baru Van Hoeve – Jakarta, 1994
- Louis Makluf, Kamus Munjid
Senin, 06 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar