Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 18 Juli 2009

Kitab Karya Ulama Indonesia Dibajak Timur Tengah


Meski pembajakan karya intelektual tidak dibenarkan, namun Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Muchith Muzadi (Mbah Muchit) justru menyatakan bangga ada kitab karangan ulama Nusantara yang dibajak oleh penerbit Timur Tengah dan dipasarkan masyarakat di sana.

“Ada kitab yang dikarang oleh ulama kita dari Jawa, Indonesia, kog dibajak oleh orang Arab. Saya malah merasa bangga,” katanya di Depok, Jum’at (17/7), terkait kasus pembajakan kitab Sirajut Thalibin karya Syeh Ihsan Dahlan, Kediri, oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon.

Seperti diberitakan, kitab ini dibajak oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah Beirut. Nama pengarangnya diganti Syekh Ahmad Zaini Dahlan Al-Hasani Al-Hasyimi (wafat 1941), dan sambutan Syekh KH Hasyim Asy’ary dalam kitab asalnya dibuang.

Mbah Muchith sendiri sebagai salah seorang murid KH Hasyim Asy’ari mengaku belum sempat belajar kepada Syeh Ihsan Dahlan atau lebih dikenal dengan Syeh Ihsan Jampes yang meninggal pada 1952.

“Saya tahu bahwa waktu itu ada ulama yang alim, Kiai Ihsan Jampes, tapi saya belum sempat bertemu dengan beliau,” katanya sambil membaca pengantar KH Hasyim Asy’ari dalam Kitab Sirajut Thalibin asli yang diterbitkan oleh Darul Fiqr yang juga berada di Beirut.

Menurut Kiai Muchit, kitab Sirajut Thalibin dua jilid yang merupakan syarah atau penjabaran dari kitab Minhajul Abidin karya Imam Ghazali merupakan salah satu bukti kebesaran ulama Nusantara.

Ditambahkannya, selain Syekh Ihsan, banyak ulama Nusantara yang karya-karya mereka menjadi rujukan umat Islam seluruh dunia, seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, dan Syekh Arsyad Al-Banjari.
sumber :http://www.nu.or.id

Minggu, 05 Juli 2009

Istilah hadits yang digunakan oleh imam at-Tirmidzi

Penjelasan beberapa Istilah hadits yang digunakan oleh imam at-Tirmidzi
Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani

yang dimaksud oleh at-Tirmidzi dengan istilah “hasan shahih”, “hasan gharib” serta “ini adalah hadits gharib”
istilah hasan shahih merupakan masalah yang sangat pelik, karena para ulama banyak berselisih dalam masalah ini. Dan kami belum menemukan sejauh yang kami ketahui mengenai pendapat pasti yang bisa dijadikan sebagai sandaran. Ini disebabkan karena at-Tirmidzi sendiri tidak menjelaskan apa yang ia maksud dengan istilah hasan shahih tersebut.

Adapun istilah hadits hasan gharib tidak sama dengan istilah hadits hasan. Yang dimaksud dengan hadits hasan gharib adalah hasan (bagus) secara sanad dan gharib (asing) disebabkan karena salah seorang perawinya menyendiri, baik menyendiri secara mutlak maupun secara nisbi.

Adapun istilah hadits hasan dan at-Tirmidzi tidak menambahkan lafazh gharib sesudahnya, maka yang ia maksudkan adalah hadits hasan li ghairi (hadits yang pada asalnya dhaif, namun kemudian menjadi hasan karena terdapat riwayat lain yang dapat menaikkan derajat hadits tersebut sehingga menjadi hasan –pent).

Oleh sebab itu wajib bagi penuntut ilmu untuk waspada dalam masalah ini; yaitu bahwa setiap hadits yang dikatakan oleh imam at-Tirmidzi hadits hasan maka isnadnya adalah dhaif, dan ia menganggapnya hasan. Karena ia mengetahui bahwa hadits ini mempunyai mutaba’at (penyerta) dan Syawahid (penguat), yang akhirnya derajatnya naik dari dhaif menjadi hasan. Maksudnya dhaif dari segi sanad tetapi hasan dari segi matan (isi hadits) yang merupakan konsekuensi dari matannya, disebabkan kedatangannya melalui jalan-jalan yang lain.

Adapun jika ia berkata hadits gharib maka kebanyakan yang ia maksudkan adalah dhaif yaitu secara sanad.

Sumber : Majmu’ah Fatawa al-Madina Al-Munawwarah. [ina: Ensiklopedi Fatwa-Fatwa Albany. Penerjemah : Adni Kurniawan. Pustaka At Tauhid. Jakarta. 2002 M. Hal. 49-50]

portege181.wordpress.com

Senin, 04 Mei 2009

Rahasia Dibalik Pengulangan Hadits Kitab Bukhari

MUHAMMAD BIN ISMAIL DAN KITAB JAMI’NYA

Hari, dan Tanggal lahir : Jumat 13 Syawwal 194 H

Tempat Lahir : Bukhara

Hari dan tanggal wafat : Jumat 1 Syawwal 255 H

BIOGRAFI PENTING MUHAMMAD BIN ISMAIL

Muhammad bin Ismail lebih familiar dipanggil Bukhari, pada usia 10 tahun beliau sudah hafal kitab-kitab ibn Mubarak, Waki’ dan mengetahui pendapat mereka. Beliau menunaikan haji pada usia 16 tahun bersama ibu dan saudaranya yang bernama Ahmad. Setelah menunaikan Haji beliau tidak mau pulang tetapi bersikeras ingin tinggal di mekkah untuk menuntut ilmu. Tatkala usianya 18 tahun beliau telah menyusun kitab Qadlaya Shahabat dan Tabi’in di Mekkah kemudian kitab Tarikh sewaktu di Madinah.

Konsentrasi Bukhari terhadap kajian hadits lebih disebabkan oleh dukungan dan usaha ayahnya sendiri. Beliau melakukan study tour ke berbagai Negri untuk mencari hadits lebih dari 1080 orang ahli hadits. Menurut pengakuan Muhammad Bin hamdawiyah bahwa Bukhari pernah berkata “Saya Hafal 100.000 hadits yang sohih dan 200.000 hadits palsu. Oleh karena ilmunya yang mapan Bukhari banyak melahirkan karya-karya penting diantaranya :

Jamius Shahih

Qadlaya Shahabat Dan Tabi’in

Tarikhul Kabir Wa Ausath Wa Shagir

Jamiul Kabir

Musnad Kabir

Tafsir Kabir

Dlu’afa

Kitabul Hibbah

Kitabul Asyabah

Usamash Shahabah

Khalqu Af’al Ibad

Adabul Mufrad

Raf’ul Yadain Fi Shalat

Qiraatu Khalfa Imam

Birrul Walidain

MENGENAL JAMIUS SHAHIH

Latar Belakang Lahirnya Jamius Shahih

- Bukhari mendapatkan kitab-kitab hadits yang masih mencantumkan hadits lemah

- Adanya dorongan dari gurunya yang bernama ishaq bin Ibrahim Handlali (amirul mukminin hadits)

- Mimpi bertemu dengan Nabi (riwayat Muhammad bin Sulaiman)

Sebelum menulis hadits beliau melakukan Shalat istikharah terlebih dahulu. Beliau juga tidak sembarangan menerima hadits dari semua orang. Beliau menerima hadits dari orang yang memiliki keimanan kuat dan keimanannya itu terlihat dalam prilaku sehari-hari.

JUMLAH HADITS DI DALAM KITAB JAMIUS SHAHIH

Hadits marfu’ maushul yang diulang

7397

Hadits marfu muallaq yang diulang

1341

Hadits muttabi’ yang berbeda riwayat

344

Total

9082

Hadits marfu’ maushul tanpa diulang

2602

Hadits marfu muallaq tanpa diulang

159

Total

2761

RAHASIA DIBALIK PENGULANGAN HADITS

- Pengulangan kesatu, dua, ketiga dan seterusnya memiliki perowi yang berbeda-beda

- Pengulangan tersebut menunjukan bahwa hadits yang ditulis memiliki banyak jalur isnad

- Memiliki banyak periwayatan dengan jalur isnad yang berbeda menunjukan kelebihan hafalan

- Satu hadits di dua tempat dengan dengan menggunakan satu jalur isnad hanya ada 23 hadits.

- Dilihat dari segi matan dalam beristimbath hokum diperlukan pengumpulan hadits dari berbagai riwayat

- Sebagai penguat hujjah.

SYARAT ISNAD IMAM BUKHARI

1. perowi yang meriwayatkan dari awal hingga akhir harus tsiqoh dan tidak diperselisihkan

2. isnadnya harus bersambung dari rawi pertama, kedua hingga akhir

3. jika periwayatannya dari dua sahabat atau lebih itu lebih bagus

4. jika periwayatannya hanya diriwayatkan seorang rawi maka telah mencukupi asalkan jalannya benar

PERBEDAAN ISNAD BUKHARI DAN MUSLIM :

Bukhari : Rawi harus bertemu dan sejaman

Muslim : Rawi harus sejaman tanpa harus bertemu.

KELEBIHAN BUKHARI DALAM BIDANG HADITS

1. Rawi yang dijadikan sandaran bukhari dan tidak dijadikan sandaran oleh Muslim sebanyak 430 rawi. 80 diantaranya lemah.

Rawi yang dijadikan sandaran Muslim dan tidak dijadikan sandaran oleh Bukhari sebanyak 620 rawi. 160 diantaranya lemah.

2. para perowi yang dinilai lemah tersebut tidak banyak meriwayatkan hadits. Dan rawi yang lemah itu sendiri diantaranya adalah gurunya bukhari.

3. bertemunya seorang rawi dengan rawi yang haditsnya diriwayatkan sekalipun hanya sekali, bagi bukhari merupakan syarat sedangkan bagi Muslim tidak demikian.

4. hadits “Ali yang hanya 3 orang rawi terdapat 22 hadits. Jumlah tersebut termasuk hadits yang diulang sedangkan yang tidak 16 hadits.

Contoh hadits Janazah yang langsung dishalatkan nabi karena tidak memiliki tanggungan

Nabi

Salamah bin al akwa

Yazid bin abi Ubaid

Abu ‘Ashim an Nabil

Bukhari

16 Nov 2008

Muhammad Yasin

disampaikan pada pengajian remaja

Senin, 20 April 2009

Prof. Dr. KH Ali Mustafa Ya'kub

wawancara
Prof. Dr. KH Ali Mustafa Ya'kub ahli hadist Indonesia

Prof. Dr. KH Ali Mustafa Ya'kub adalah guru besar ilmu hadist IIQ (Institut Ilmu Alqur'an) Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta dan pengasuh Pondok Pesantren Luhur Hadist Darussunnah Ciputat. Pertama membaca tulisan wawancara beliau di harian Republika saya jadi tertarik dengan buah pemikirannya. Hari Ahad 22 Maret 2009 kebetulan harian Republika memuat lagi tulisan wawancara dengan beliau tentang minimnya pengetahuan ilmu hadist dari umat Islam.Hal ini menyebabkan banyak hadist palsu yang dipakai umat. Berikut adalah salinan tulisan wawancara beliau dengan wartawan Damanhuri Zuhri yang dimuat harian Republika. Hal- hal yang menarik bagi saya, saya miringkan hurufnya.
Kapan hadist palsu mulai muncul ?
Dalam sejarah ilmu hadist, hadist palsu baru muncul pada dekade ke 4 dari tahun Hijriyah setelah tahun 40-an setelah terbunuhnya Sayidina Utsman bin Affan. Beliau terbunuh pada tahun 35 H dan dimakamkan pada 36 H. Jadi pada akhir tahun 35 H wafat dan dimakamkan hari berikutnya, awal tahun 36 H. Ini menimbulkan kelompok-kelompok politik. Bahkan Dr. Subulus Shaleh membuat angka yang pasti, pemalsuan hadist terjadi sekitar tahun 41 .
Yang menjadi orang pertama atau kelompok pertama yang membuat hadist palsu itu kelompok-kelompok politik. Dalam rangka mendukung pendapatnya, para politikus ini mencari ayat-ayat Alqur'an. Kalau tidak ditemukan, mereka mencari hadist nabi. Karena tidak ada hadist nabi, mereka membuat hadist palsu. Hadist palsu yang dibuat kelompok politik, misalnya, hadist yang mengkultuskan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Saking fanatiknya kelompok ini kepada Ali bin Abi thalib, sampai kemudian muncul hadist yang mengatakan, "Aliyyun khairul basyar, faman ankara faqad kafara."(Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barang siapa yang tidak percaya, dia telah kafir). Nah ini jelas sekali yang membuat adalah orang yang fanatik dan mengkultuskan Ali. Tapi dalam sejarah selanjutnya yang paling dominan membuat hadist palsu adalah kelompok-kelompok tasawuf, kaum sufi. Itu yang dominan membuat hadist palsu.
Mengapa kaum sufi begitu dominan membuat hadist palsu ?
Ada beberapa alasan. Pertama, dari segi tujuannya , mereka menganggap ketika umat sudah bobrok akhlaknya, perlu ada dorongan untuk beramal saleh. Untuk merangsang beramal saleh, mereka membuat hadist-hadist palsu. Kedua, dari segi metode. Metode penetapan hadist orang sufi tidak sama seperti ahli hadist secara umum. Mereka tidak terikat dengan persyaratan hadist. Misalnya sanadnya harus terdiri dari orang-orang yang kredibel. Mereka tidak menggunakan seperti itu. Mereka menggunakan dua metode. Metode pertama, apa yang disebut metode Al Kasyf. Al Kasyf adalah suatu pengetahuan yang diperoleh tanpa pembelajaran, Seperti ilham. Menurut mereka kalau dengan Al Kasyf hadist itu dianggap shahih, mereka mengataka shahih meskipun menurut ahli hadist, hadist itu tidak shahih. Maka itu jumlah hadist palsu di kalangan orang sufi banyak sekali. Kedua, mereka menganggap Nabi masih sering datang ke dunia sehingga banyak menemui orang-orang tertentu. Itu bertemu nabi dalam keadaan terjaga. Inilah yang kemudian nabi dalam pesan-pesan tertentu memberikan wirid dan segala macam. Akhirnya banyak hadist muncul setelah Nabi wafat. Ini yang menjadi masalah di kalangan sufi sehingga kaum sufi itu paling banyak membuat hadist palsu menurut kacamata ilmu hadist.
Bagaimana ciri-ciri hadist palsu?
Kalau dilihat dari segi sanadnya kalau dalam sanadnya terdapat rawi(periwayat), yang dengan terus terang dia mengaku memalsu hadist. Maka itu hadistnya menjadi palsu. Yang kedua perawinyapun dusta, tapi tidak diketahui ketika menyampaikan hadistnya apakah palsu atau tidak. Tapi jelas dia pembohong. Maka hadist kedua ini namanya hadist makruh kalau dalam bahasa Indonesia semi palsu. Itu kedudukannya sama harus dibuang. Jadi tidak boleh meriwayatkan atau menyampaikan hadist palsu kecuali dalam rangka menjelaskan tentang kepalsuan hadist tersebut.
Bagaimana kalau umat Islam mengamalkan hadist palsu yang berkaitan dengan fadhai a'mal?
Tidak boleh sama sekali. Fadhail a'mal itu dikerjakan kalau hadistnya hanya dhaif, bukan sampai kepada palsu. Tapi itupun ada syaratnya. Pertama dhaifnya tidak terlalu parah. Yang parah itu misalnya, hadist palsu, hadist makruh dan hadist munkar. Hadist munkar itu periwayatnya pelaku maksiat.
Apa perbedaan hadist dhaif dengan hadist palsu?
Memang hadist palsu itu bagian dari hadist dhaif. Tapi hadist dhaif yang paling parah. Nah yang tidak parah misalnya hadist mursal seperti itu, misalnya tabiin kok menyebut kepada nabi bukan kepada sahabat. Kelihatannya seperti hadist, "Hububudunya ra'su kulli khati'n."(mencintai dunia adalah pangkal dari kejahatan). Itu hadist dhaif tapi tidak terlampau parah. Syaratnya satu, kedhaifan hadist tidak terlalu parah. Kedua ada dalil lain baik Alqur'an maupun hadist yang mendukung substansi dari hadist dhaif itu. Ketiga, ketika mengamalkan hadist tidak menyebutkan nabi bersabda, tapi cukup disebutkan ada hadist atau ada riwayat seperti itu saja. Nah itu boleh.
Perkembangan hadist palsu sekarang ini bagaimana?
Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang mengetahui hadist palsu sehingga sedikit demi sedikit hadist palsu tidak diamalkan. Jadi ada perkembangan meskipun tidak cepat.
Banyak juga di kita, seperti hadist-hadist yang sebenarnya tidak hebat, itu sering dipakai ulama. Itu bagaimana?
Terlepas apa yang ulama pakai karena tidak selamnya mereka tahu hadist. Contohya hadist ulama dan umara' itu hadistnya semi palsu. Tapi banyak ulama pakai karena mungkin dia tidak tahu hadist itu palsu. Jadi sekarang sudah mulai tahu karena banyak orang yang belajar ilmu hadist.
Bagaimana untuk memahami sebuah hadist apakah palsu atau tidak?
Kalau memahami itu ada metode tersendiri. Memahami hadist itu bisa dilakukan dengan tiga cara. Ada yang pertama dengan pemahaman tekstual dan kontekstual. Kedua, dengan menggabungkan riwayat-riwayat yang lain. Dan ketiga, melalui metode kontroversialitas hadist. Misalnya, yang tekstual dan kontekstual, misalnya, tentang fatwa Nabi apakah pakaian Nabi itu kita diharuskan mengikuti seperti itu termasuk sorban, misalnya. Orang yang memahami secara tekstual apa yang dipakai Nabi ya harus kita ikuti. Tapi, yang kontekstual tidak , karena itu budaya Arab. Jadi yang diamanahkan oleh Nabi bukan bentuk pakaiannya, melainkan semangatnya, substansinya. Misalnya, menutup aurat, tidak transparan, tidak ketat dan tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Saya rumuskan dengan 4 T, T1 tutup aurat, T2 tidak transparan, T3 tidak ketat, T4 tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Maka kalau pakaian dia sudah memenuhi kriteria 4 T tadi ya sudah, berarti pakaian Islam, apapun bentuknya. Islam itu bukan Arab, Islam itu mendunia. Jadi siapa saja tidak harus pakai sorban, karena sorban itu budaya Arab. Yang memakai sorban itu bukan Nabi saja. Nabi mengatakan perbedaan sorban kita dengan sorban orang musyrikin adalah pakai peci. Jadi orang-orang musyrikin pakai sorban. Makanya, jangan mengklaim sorban itu adalah satu-satunya pakaian Islam. Termasuk Abu Jahal, Abu Thalib, pakai sorban. Yang penting 4 T tadi. Di Amerika ada yang mempertanyakan, kenapa orang amerika yang sudah masuk Islam berpakaian Arab? Itu mungkin tidak menarik karena seolah-olah Islam itu harus Arab. Kalau budaya orang Arab pakai sorban, kita mungkin pakai peci dan sebagainya. Nabi juga rambutnya panjang, tetapi kenapa kita nggak berambut panjang?Karena itu adalah budaya Arab pada saat itu tidak harus kita ikuti.
Bagaimana membedakan hadist shahih dan dhaif ?
Itu dipelajari dalam ilmu hadist unuk membedakannya. kalau hadist shahih itu ada syaratnya empat. Pertama, sanadnya bersambung kepada Nabi dari penulis hadist. Kedua, terdiri atas perawi yang kredibel, syaratnya muslim, akil baligh, tidak pelaku maksiat dan tidak melakukan hal-hal yang merusak citranya. Ketiga, dia memiliki kekuatan hafalan yang prima. Keempat tidak ada kecacatan dalam menjatuhkan kualitas hadist, istilahnya tidak ada illat dan sebagainya. Kalau keempat syarat tidak terpenuhi hadistnya menjadi dhaif.
Kalau hadist tentang bid'ah, bagaimana?
Sekarang apa yang dimaksud dengan bid'ah itu. Ada yang mengatakan, apa yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, itu namanya bid'ah. Kalau itu disebut bid'ah maka umrah ramadhan itu bid'ah karena abi saw tidak pernah melakukan umrah ramadhan. Nah yang benar yang dimaksud dengan bid'ah adalah yang tidak ada dalilnya dalam agama. Dalil itu bisa Alqur'an, hadist, ijma, qiyas dan lain-lain. Misalnya shalat subuh 10 rakaat, itu tidak ada dalilnya. Bukan ibadah yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah. Nabi itu tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah dengan beras, lantas apakah itu disebut bid'ah? Walaupun tidak ada dalilnya tapi ada qiyas sebagai dalilnya.
Bagaimana agar orang tidak mengerjakan bid'ah?
Masalahnya kadang-kadang mereka itu yan suka membid'ahkan orang, sengaja ingin bikin orang bertengkar saja. Jadi, dia termasuk mungkin ada yang menyetir. Dia menganggap dirinya paling benar, hanya dia sendiri yang masuk surga yang lain nggak masuk surga. Jadi kalau dilacak itu pasti ada sponsornya.
Bagaimana semangat umat Islam Indonesia dalam mempelajari hadist?
Umat tahu Islam dari ulama. Sementara ulama di Indonesia, banyak yang cenderung kepada ilmu tasawuf. Sedikit sekali yang mendalami ilmu hadist. Makanya, umat juga sedikit sekali pengetahuan tentang hadist. Karena umatnya hanya mengikuti ulama. Tanpa ulama nggak tahu Islam. Dari mana dia tahu Islam?Dia tahu Alqur'an itu dari ulama.
Bagaimana menumbuhkan semangat umat untuk mempelajari hadist?
Sebelum berbicara masalah umat, bicara masalah ulamanya dulu. Ya ulamanya harus di upgrade dulu. Ulamanya harus membangun diri dulu sehingga memahami Alqur'an dan hadist, baru kita membicarakan masalah umat. Tapi kalau ulamanya tidak, tidak mungkin umat akan berubah. dan kecenderungan di Indonesia, kalau diperingkat, itu peringkat pertama pada tasawuf, kepada hal-hal yang sufisme sifatnya.Peringkat kedua, baru fiqih. peringkat ketiga, tafsir. Peringkat keempat, akidah atau tauhid dan selanjutnya baru hadist.
Idealnya seperti apa?
Yang ideal menurut saya, Alqur'an dan hadist dulu. Makanya di Indonesia minim sekali orang yang mempelajari tafsir, hadist, tapi kitab-kitab kuning yang membawa tasawuf yang terkadang justru syarat dengan hadist-hadist palsu.
Bagaimana cara mengubah paradigma ini?
Paling bagus kita siapkan generasi baru. Yang sudah biar saja, ulama-ulama atau kyai-kyai yang sudah tua karena sebentar lagi mereka meninggal dunia. kita nggak bisa mengubah mereka. Makanya, kita siapkan generasi yang memahami Alqur'an dan memahami hadist. Jadi nggak usah mengubah mereka karena akan sulit. Lebih baik kita menyiapkan generasi.
Karena itu perlu membuat seperti Ponpes Darussunnah?
Saya kira itu. Itu salah satu cara. Kita nggak mungkin mengubah ulama-ulama yang umurnya sudah 60-an tahun ke atas untuk mengajari seperti ini. Maka yang paling mudah adalah menyiapkan generasi muda. Makanya kita arahkan ke Alqur'an dan ilmu Alqur'an dan hadist dan ilmu hadist. Karena semuanya bersumber dari situ.
Maka itu seperti pada MTQ Alqur'an dan hadist, nggak banyak yang hafal hadist?
Tapi, itu tidak banyak menyangkut pada ilmu hadist, cuma hafalan. Tidak menyangkut kepada pemahaman hadist hanya sekadar menghafal. Mestinya harus lebih dari itu. Dari segi ilmiahnya, karena MTQH yang sudah digelar beberapa waktu yang lalu itu hanya sekadar menghafal hadist. Siapa yang hafalannya kuat, bisa menang. Padahal untuk memahami hadist tidak seperti itu, butuh ilmu khusus.
Apa saran anda untuk Depag agar memperhatikan pedidikan, terutama ilmu-ilmu hadist di Tsanawiyah dan Aliyah?
Seorang yang namanya Imam Ibnu Zureid, itu belajar hadist sampai 17 tahun. Ada cerita menarik sekali, kita tidak mungkin belajar ilmu hadist secara instan.

Prof DR Muhammad Mustafa Al A'zami

Wawancara
Prof DR Muhammad Mustafa Al A'zami
Ulama Hadist
Dalam lawatan pertamanya ke Indonesia, Al A'zami meluncurkan bukunya yang berjudul The History of The Quranic Text, From Revelation to Compilation, a comparative study with the old and new testaments (Sejarah Teks Alquran, dari wahyu sampai kompilasi kajian perbandingan dengan perjanjian lama dan perjanjian baru) yang diterbitkan PT Gema Insani. Dia juga sempat berkunjung ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, berdialog dengan 100 ulama Indonesia di Kantor Departemen Agama, serta bersilaturahmi dengan para muridnya di Pesantren Darussunnah, Ciputat, Tangerang.

Saat ditemui wartawan Republika Damanhuri Zuhri di sebuah kamar pada lantai 16, Hotel Sahid, Jakarta, tempatnya menginap selama berada di Jakarta, Al A'zami banyak bercerita tentang bukunya, berbagai upaya yang dilakukan kelompok di luar Islam untuk memerangi Alquran dan Alhadis, hingga kisah tentang anak dan kegemarannya pada makanan laut. Berikut ini petikan wawancara dengan Al A'zami yang didampingi muridnya, Prof KH Ali Mustofa Yakub MA, yang juga dikenal sebagai pakar hadis.

Buku yang baru diluncurkan itu ditulis selama empat tahun itu. Berapa lama penelitiannya?


Selama empat tahun itu secara keseluruhan dengan penelitian-penelitian, manuskrip, dan sebagainya.

Apa saja kendala dalam penulisan buku tersebut?


Kendalanya, kadang-kadang, perpustakaan yang bersangkutan tidak mengizinkan kami melakukan penelitian.

Selama ini ada orientalis yang mengobok-obok Islam, tapi Anda malah sebaliknya, mengobok-obok orientalis. Bisa diceritakan apa sesungguhnya yang terjadi?


Menurut saya, ini hal yang penting. Saya beri contoh. Anda punya kumis dan jenggot, saya juga punya kumis dan jenggot. Anda mengatakan, kumis saya bermasalah. Akan tetapi, Anda tidak mengatakan kumis dan jenggot Anda bermasalah. Mengapa? Ini yang perlu dipecahkan. Ini sebagai contoh saja. Mereka menganggap kita ada masalah dan tidak menganggap diri mereka ada masalah. Artinya, mereka tidak mau mengakui ada masalah. Karena itu saya katakan, kamilah yang akan melihat permasalahan Anda.

Karena itulah Anda kemudian masuk untuk mempelajari orientalisme?


Saya tidak mempelajari bangsa Barat, akan tetapi mempelajari agama yang dianut orang-orang Barat, agama yang berkembang di sana. Karena mereka menganggap orang Islam selamanya bermasalah, sekarang kita lihat agama mereka bermasalah apa tidak?

Masalah apa yang paling konkret Anda temukan dari mereka?


Yang penting, secara umum seorang penulis Muslim harus menulis apa yang bisa dimanfaatkan bagi para dai (pendakwah, red). Biarlah mereka yang kemudian memberikan penilaian. Kadang-kadang suatu topik oleh seorang penulis dianggap biasa-biasa saja, tapi bagi umat itu dianggap satu hal yang penting.

Contohnya?


Saya melihat contoh, misalnya, membandingkan keadaan orang-orang Islam, Kristen, dan Yahudi sepeninggal Nabi mereka. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, orang Islam menguasai politik yang sangat kuat, punya kemerdekaan, kebebasan berpolitik, dan sama sekali tak ada tekanan politik. Kondisi ini mendorong dan membantu penyebaran dan pemeliharaan agama. Dengan demikian mereka bisa menulis Alquran dengan bagus, tanpa ada tekanan dan sebagainya. Kemudian bisa menulis hadis dengan baik tanpa ada tekanan apa-apa. Dan ini menjadi salah satu unsur penunjang Alquran itu terpelihara keasliannya.

Berbeda dengan misalnya umat Kristiani sepeninggal nabi Isa AS. Mereka selama ratusan tahun berada di bawah tekanan politik sehingga memengaruhi penulisan kitab suci mereka sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan. Demikian pula umat Yahudi ketika Nabi Musa keluar dari Mesir. Selama empat puluh tahun mereka dalam kebingungan. Kondisi itu sangat memengaruhi warisan yang mereka terima dari Nabi Musa. Ini hal yang mendasar sekali mengapa Alquran dan hadis itu terpelihara sedangkan Taurat dan Injil tidak terpelihara. Ada faktor-faktor yang memengaruhi. Di samping itu, memang ada faktor-faktor alami yang datang dari Allah. Dan memang Allah menjamin kemurnian Alquran.

Jadi, selain memang Allah telah berfirman Inna nahnu nazzalnazzikro wa innaa lahu lahafidzun (Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan Kamilah yang akan menjaganya, red), ada kondisi realitas yang sangat jelas sehingga Alquran tetap terjaga?


Ketika Allah mengatakan seperti itu bukan berarti nanti ada mukjizat lagi. Mukjizat sudah selesai. Itulah kemudian Allah dalam praktiknya membuat masyarakat seperti itu. Ketika Alquran harus dipelihara Allah, maka Allah menciptakan masyarakat yang seperti itu. Jadi, bukan berarti kemudian akan muncul mukjizat lagi dan sebagainya dalam pengertian tidak ada faktor yang bersifat manusiawi. Dalam penjagaan manusia itu diciptakan oleh Allah.

Melihat sosok Al A'zami adalah menyaksikan seseorang yang murah senyum, low profile, serta sangat tawadhu. Kata-katanya terlontar teratur. Bagi Ali Mustofa Yakub, Al A'zami termasuk orang yang tidak menyukai aturan protokoler, resmi-resmian. Dia justru lebih suka menyatu dengan jamaah. Alhasil, ketika akan dikawal bersama Menteri Agama, beliau tidak bersedia. Al A'zami bahkan masuk ke shaf-shaf dari belakang. ''Di Amerika juga begitu,'' ujar Ali Musthafa. Dia pun tampak sangat menguasai bidangnya, termasuk ketika diminta komentarnya tentang Aminah Wadud.

Belakangan, ada kasus menarik seperti pendapat DR Aminah Wadud yang berani menjadi imam wanita pertama dalam shalat Jumat dengan jamaah kaum pria. Adakah kesamaan dengan kasus Salman Rushdie dengan buku 'Ayat-ayat Setan' ataupun kelompok-kelompok lain yang ingin menyelewengkan Alquran dan Alhadis?


Seminggu sebelum saya berangkat ke Indonesia, surat kabar Ar-Riyadl yang terbit di Riyadh, Arab Saudi, 27 Maret 2005 memuat berita Uni Eropa minta kepada Turki dan orang-orang Turki yang ada di Eropa agar ketika khutbah Jumat mereka tidak menyebut firman Allah 'Innaddiina indallahil Islam (Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam, Alquran surat Ali Imran: 19). Orang-orang Eropa yang non-Muslim itu merasa tersinggung. Oleh sebab itu, bagi mereka memerangi Alquran adalah salah satu keharusan.

Lantas?


Yang menarik, mereka tak semata memerangi Alquran tapi juga menyebarkan tasykik (keragu-raguan, red). Sekarang strateginya berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Dulu, cara mereka membuat orang Islam ragu terhadap kitab sucinya adalah dengan mengatakan Alquran bukanlah wahyu tapi karangan Muhammad, yang isinya juga merupakan sekadar cuplikan-cuplikan dari ajaran Yahudi dan Nasrani. Cara mereka sekarang diubah dengan mengatakan Alquran tak lebih dari bikinan orang-orang dari abad ketiga Hijriyah. Artinya apa? Pada abad pertama dan kedua Hijriyah, tak ada yang namanya Alquran. Begitulah, mereka terus berusaha membuat keragu-raguan terhadap Alquran.

Sebagai Muslim, tindakan kita bagaimana?


Kewajiban kita, pertama, tuduhan-tuduhan itu bathil maka tindakan kita bagaimana? Harus membentengi akidah sehingga tidak mudah terpengaruh dengan tujuan-tujuan bathil tersebut. Kedua, bagaimana supaya kita tidak terpengaruh. Kita melihat contoh misalnya pada undang-undang dasar, ada kalimat-kalimat yang kemudian menimbulkan perbedaan pendapat. Seorang mengatakan bahwa ini dilarang. Itu penafsiran dia. Ketika dia punya guru andaikata gurunya masih hidup dan dia lebih tahu tentang arti ayat-ayat undang-undang itu, dia akan mengatakan, ''Ini nggak apa-apa seperti itu, sebab dia kan lebih alim dan lebih tahu tentang makna undang-undang itu daripada dia.''

Contoh lain misalnya buah duku. Seorang dokter mengatakan buah duku itu membahayakan kesehatan, ada lagi yang mengatakan tidak membahayakan. Yang berhak mengatakan apakah buah duku berbahaya atau tidak terhadap kesehatan adalah orang yang spesialis tentang buah duku. Ini sebuah jembatan keledai. Sekarang banyak orang menafsirkan Alquran padahal dia sendiri kadang-kadang baca Alqurannya saja sudah tidak benar. Bagaimana tahu dia? Makanya, untuk penafsiran Alquran harus diserahkan kepada orang yang spesialis atau ahli tafsir dan sebagainya. Jangan setiap orang baru tahu satu ayat terus menafsirkan Alquran. Baru ikut kursus dakwah terus menafsirkan Alquran.

Termasuk dalam kaitan ini kasus Aminah Wadud?


Soal Aminah Wadud, bagaimana kita harus percaya dia adalah seorang ahli Islam. Dia mungkin tahu Islam dari buku-buku bahasa Inggris, dia tidak bisa bahasa Arab dan sebagainya. Sekarang banyak orang yang ternyata tidak ahlinya tapi bicara seperti itu. Jadi, kalau kita mau tanya masalah agama tanya kepada ahlinya yang juga takut kepada Allah bukan sekadar ahlal aqli (ahli pikir, red).Kedua, Islam bukanlah agama kemarin sore. Mengapa kemudian shalat Jumat dengan imam Aminah Wadud menjadi masalah, padahal shalat Jumat itu sudah berlangsung selama 14 abad, bahkan jutaan ulama sudah menerangkan pendapatnya soal itu? Mengapa sekarang muncul seperti Islam baru (muncul) kemarin sore? Mengapa sekarang diributkan masalah seperti itu? Tujuannya, tidak lain, agar umat Islam ragu.

Lantas, mengapa banyak jamaahnya termasuk dari Indonesia?


Karena mereka menginginkan Islam itu dihancurkan. Pendukung mereka banyak dan didukung dengan segala macam. Yang menarik, ayah tiga putra yang kini berusia 75 tahun itu, masih tetap aktif menulis dan membaca bahkan berkunjung ke sejumlah negara sendirian. Tentang kiat sehatnya, Al A'zami secara terus terang berkata, ''Waktu kecil saya bekerja di sawah yang jaraknya untuk sampai ke ladang lima kilometer. Saya jalan kaki ke ladang itu. Dan, yang penting saya selalu banyak minum air putih,'' tuturnya.

Dalam usia berapa Anda mulai menulis?


Pertama kali saya menulis buku pada tahun 1960-an ketika berada di Qatar sesudah tamat dari Kairo, Mesir. Di Qatar, saya menjadi sekretaris Perpustakaan Nasional. Studi kitab adalah kalimat atau kata-kata India dalam bahasa awam Qatar (bahasa pasaran). Seperti juga banyak bahasa India, Urdu, yang menjadi bahasa Indonesia. Misalnya kata 'bahasa' itu dari India. Saya mengumpulkan kata-kata India yang kemudian menjadi bahasa orang kebanyakan yang dipakai di Qatar.

Berapa banyak kata India yang ditulis waktu itu?


Banyak sekali kalimat seperti itu sampai ratusan yang menjadi bahasa pasaran Qatar. Jadi, bahasa Qatar waktu itu ada pengaruh dari India karena ada hubungan dagang langsung antara Qatar dan Bombay. Itulah yang menyebabkan bahasa India banyak masuk ke wilayah Qatar. Begitu juga bahasa India yang masuk ke Indonesia seperti kata graha, sembahyang, puasa. Cuma, kalau di India puasa itu upuas, terbalik malah.

Tradisi menulis ini ada dalam keluarga?


Ayah saya, al-Syaikh Abdurrahman Al Maulawi, seorang ulama dan juga mengajar agama. Ayah saya juga menulis tetapi tidak dipublikasikan (dicetak).

Lantas, nama Al A'zami itu dari mana? Bukan nisbat keluarga?


Nama Al A'zami nisbat dari daerah Azamgarh. Saya berasal dari kota Mau Distrik Azamgarh negara bagian Uttar Pradesh. Jadi nama itu bukan nama marga melainkan nisbat daerah.

Soal kesehatan?


Menurut nasihat para dokter, orang seumur saya tidak baik makan daging yang merah seperti sapi, kerbau, lebih baik makan ikan kecuali ayam. Tapi, saya nggak senang ayam dan akhirnya saya memilih makanan laut seperti ikan maupun udang.

Bagaimana dengan anak-anak?


Saya punya tiga anak, dua putra dan satu putri. Putra yang pertama, Agil, sudah mendapatkan gelar doktor dalam bidang komputer dari Colorado, Amerika Serikat (AS). Putra kedua namanya Anas juga meraih gelar doktor dalam genetic engineering di Oxford, Inggris. Sedang anak ketiga doktor dalam bidang matematika dari Colorado, AS.

Kok, tak ada satu pun dari mereka yang mengikuti keahlian sang ayah, yakni ahli di bidang Alquran dan Alhadis?


Ketiga anak saya secara tidak resmi belajar Alquran dan Alhadis. Yang pertama, sarjana komputer. Ilmu komputer diterapkan untuk ilmu tentang masalah hadis. Anak kedua, sangat kritis sekali karena belajar di Barat. Kalau saya menulis, dia banyak sekali membantu saya karena bahasa Inggrisnya lebih bagus. Jadi, kalau saya membuat kalimat dalam bahasa Inggris sudah pas apa belum, itu tergantung dari koreksian anak saya yang kedua. Jadi mereka tahu sekali masalah hadis dan qiraat meskipun secara nonformal. Tapi, taraf berpikirnya sangat membantu saya.

Berapa cucu?


Baru tiga. Namanya Maryam, Umar, dan Ahmad.

Yang menarik, dalam usia 75 tahun Anda masih aktif menulis?


Pekerjaan saya membaca dan menulis, jadi bisa kapan saja. Tapi kadang-kadang dua jam menulis empat jam membaca atau dua jam menulis dua jam membaca. Jadi, menulis dan membaca itu selalu dikerjakan.

Sabtu, 21 Maret 2009

Ibn Hibban

Pengarang kitab Shahih Ibnu Hibban adalah imam Ibnu Hibban. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban. Ia juga memiliki kunyah yaitu Abu Hatim al-Busti. Sebagai seorang ahli hadits ternama, ia mendapatkan gelar al-hafizh, sebuah gelar kehormatan yang hanya disematkan pada pakar hadits yang pilih tanding.

Ibnu Hibban lahir di desa Busta (Afganistan). Ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang sangat kental dengan nuansa religius, sehingga ia menjadi seorang muslim yang taat beribadah. Disamping itu, ia juga mendapat bimbingan langsung dari orangtuanya mengenai dasar-dasar agama. Karenanya tak heran jika sejak kecil ia sudah menguasai berbagai disiplin keilmuan Islam, seperti fikih, tafsir, akhlak, sejarah dan hadits.

Akan tetapi di kemudian hari, minatnya terfokus pada disiplin ilmu hadits. Iapun mengkonsentrasikan diri menekuni pelajaran hadits, tanpa mengabaikan bidang ilmu lainnya.

Setiap guru yang ahli di bidang keilmuan tertentu ia datangi. Ketika ingin belajar tafsir, ia mengunjungi guru tafsir. Ketika hendak mendalami disiplin ilmu fikih, ia menjambangi guru fiqih. Ketika berhasrat menekuni bidang hadits, iapun mendatangi guru hadits. Demikian seterusnya.

Itulah yang dijalankan oleh Ibnu Hibban ketika menuntut ilmu. Terlebih ketika berniat untuk menekuni ilmu hadits, ia berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Iapun mulai belajar hadits kepada guru-guru hadits didaerahnya. Setelah semua guru hadits didaerahnya ia datangi, ia memohon doa restu orangtuanya untuk mengembara ke negeri-negeri lain.

Dalam pengembaraannya mencari hadits, ia sempat menjadi salah seorang murid imam Ibnu Khuzaimah. Sungguh rute perjalanan keilmuan Ibnu Hibban sangat panjang. Ia menuntut ilmu sampai ke Khurasan, Syiria, Mesir, Irak, dan Semenanjung Arab.

Setelah dirasa cukup, Ibnu Hibban pun kembali ke tempat asalnya. Di daerahnya, dia didaulat sebagai guru besar hadits. Bahkan, ia diangkat oleh pemerintah di daerahnya sebagai hakim syariat.

Di tengah kesibukannya menangani persoalan peradilan agama, ia menyempatkan diri untuk menulis karya tulis. Salah satu karya terbesarnya adalah Taqasimul Anwa atau lebih dikenal dengan Shahih Ibnu Hibban. Kitab ini kemudian disusun kembali oleh Abi bin Balban dan hingga sekarang dikenal dengan nama al-Ihsan fi Taqrib Shahih Ibnu Hibban atau Taqrib Ibnu Balban ‘Ala Shahih Ibnu Hibban.

Disamping kitab tersebut, Ibnu Hibban juga memusatkan diri untuk menulis kitab mengenai kualitas perawi hadits. Diantara karyanya tentang hal ini adalah Majruhin minal Muhadditsin. Sayangnya, hingga sekarang kitab yang terakhir ini masih belum bisa sampai ke tangan kita, karena masih berbentuk manuskrip yang disimpan di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Turki.

Karya Ibnu Hibban lainnya yang terkait dengan perawi hadits adalah al-Majruhin minal Muhadditsin wa ad-Du’afa wa al-Matrukin, sebuah kitab yang memuat daftar perawi hadits yang ditinggalkan perkataannya dan perawi dhoif yang terkena jarh (cela). Kitab ini tersusun dalam tiga jilid. Disamping itu ia juga menyusun kitab yang berjudul ats-Tsiqat setebal 9 juz yang memuat daftar para perawi hadits yang berkualitas terpercaya (tsiqah).

Diantara hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Hibban adalah sebuah hadits yang terkait dengan qiyamul lail di bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat, setelah itu beliau shalat witir. Pada malam berikutnya, kamipun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau hingga datang waktu fajar.

Pagi harinya, kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami menunggumu tadi malam dengan harapan engkau akan shalat bersama kami”. “Sungguh aku khawatir kalau akhirnya shalat itu menjadi wajib atas kalian”, jawab beliau.

Sebagai seorang pakar hadits, Ibnu Hibban menjadi panutan para ulama hadits. Adapun di bidang fiqih, ia menjadi penganut mahdzab Syafi’i. Bahkan biografinya termaktub dalam Thaqabat asy-Syafi’iyyah, sebuah kitab yang merekam biografi para ulama mahdzab Syafi’i.

Sumber: Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab hadits. Terbitan Pustaka Insan Madani, Yogyakarta. 2008.

Minggu, 01 Maret 2009

Perowi Hadits Wanita

Peringkat perowi Hadits istri-istri Nabi dilihat dari jumlah hadits

Peringkat

Nama istri Nabi

Jumlah Hadits

Ket

1

Aisyah binti Abu Bakr

3145


2

Hindun binti Abi Umayyah

290


3

Maimunah binti al Harits

88


4

Hafshah binti Umar al Khattab

79


5

Ramlah binti Abi Sufyan

72


6

Shafiyyah binti Hayyi bin Akhtab

16


7

Zainab binti Jahsy

15


8

Juwairah binti al Harits

7


9

Saudah binti Zam’ah

3


Perowi Wanita

Rawi wanita yang memberikan kontribusi dalam periwayatan hadits Nabi berjumlah 78 rawi dengan rincian:

- 25 perowi keluarga dekat Nabi

(9 perowi dari istri Nabi, 2 perowi dari putrid Nabi, 2 perowi dari mertua Nabi, 1 perowi dari bibi Nabi, 2 perowi dari sepupu Nabi, 5 perowi dari saudara perempuan ipar atau putri ipar Nabi, 4 perowi maula (abdi) Nabi )

- 53 perowi selain keluarga dekat Nabi

Tema umum periwayatan berkisar pada persoalan keluarga dan perempuan, baik ibadah atau hak-hak sisialnya. Terkecuali Aisyah yang hampir meriwayatkan semua hadits dari berbagai tema.

Penilaian ulama mengenai rawi wanita tidak berbeda dengan rawi sahabat laki-laki yang telah dianggap adil. Namun perkembangan selanjutnya, peran perowi wanita seakan hilang terutama ketika masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Hal ini kemungkinan akibat akulturasi Byzantium, Persia dan Asiria yang mentradisikan gaya hedonis sebagai keberhasilan dan kembali wanita sebagai sasarannya.


m.Yasin..