Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 06 Oktober 2008

Amtsal dalam al-Qur'an

Amtsal dalam al-Qur'an
(Kajian Ulum at-Tafsir)
Oleh : Zulkarnain al-Maidaniy

Defenisi Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil adalah sama dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafaz maupun maknanya.
Dalam sastra, matsal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Contohnya, رب رمية من غير رام (betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja). Matsal ini dimaksudkan kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat benar. Atas dasar ini, matsal harus mempunyai maurid (sumber) yang kepadanya sesuatu yang lain diserupakan.
Kata matsal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang menakjubkan”. Dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata “matsal” dalam sejumlah besar ayat alqur’an. Seperti dalam Qs. Muhammad (47): 15 “{apakah) matsal surga yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya…” maksudnya, kisah dan sifat surga yang sangat mengagumkan.
Dalam al-Kasyaf, Zamakhsari berkata bahwa matsal menurut asal perkataan mereka berarti al-mitsl dan an-nazir (yang serupa, yang sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku, populer, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan “maurid” (atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut matsal. Mereka tidak menjadikan sebagai matsal dan tidak memandang pantas untuk dijadikan matsal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan dari berbagai segi. Dan “matsal” dipinjam (dipakai secara pinjaman) untuk menunjukkan keadaan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.
Masih terdapat makna lain, yakni makna keempat, dari matsal menurut ulama Bayan. Menurut mereka, matsal adalah majaz murakkab yang ‘alaqah-nya musyabahah. Jika penggunaannya telah populer. Majaz ini pada asalnya adalah isti’arah tamtsiliyah, seperti kata-kata yang diucapkan terhadap orang yang ragu-ragu dalam melakukan urusan: مالى أراك تقدم رجلا وتؤخر أخرى (mengapa aku lihat engkau melangkahkan satu kaki dan mengundurkan kaki yang lain?).
Dikatakan pula, defenisi matsal ialah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang inderawi agar menjadi indah dan menarik. Dengan pengertian ini maka matsal tidak disyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana tidak disyaratkan pula harus berupa majaz murakkab.
Apabila memperhatikan matsal-matsal alqur’an yang disebutkan para pengarang, kita dapatkan bahwa mereka mengemukakan ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan sesuatu hal dengan keadaan hal lain, baik penggambaran itu dengan cara isti’arah maupun dengan tasybih sarih (penyerupaan yang jelas); atau ayat-ayat yang menunjukkan makna yang menarik dengan redaksi ringkas dan padat; atau ayat-ayat yang dapat dipergunakan bagi sesuatu yang menyerupai dengan apa yang berkenaan dengan ayat itu. Sebab, Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber yang mendahului.
Ibnu Qayyim mendefinisikan amtsal Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang inderawi (konkrit, mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain”.

Macam-macam Amsal dalam Qur’an.
Amsal di dalam alqur’an ada tiga macam; amsal musarrahah, amsal kaminah dan amsal mursalah.
1). Amsal musarrahah, ialah yang di dalamnya dijelaskan dengan lafaz masal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam qur’an, beberapa di antaranya adalah;
Firman Allah mengenai orang munafik:
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta. maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat…” sampai dengan “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”.(al-Baqarah (2): 17-20). Dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan bagi orang munafik, yaitu api (unsur cahaya) dan air (materi kehidupan) dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi lain Islam tidak memberikan pengaruh “nur”-nya terhadap hati mereka karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada dalam api itu, “Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka”, dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Sedangkan masal mengenai air, Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Ini mengingat bahwa Qur’an dengan segala peringatan, perintah, larangan dan khitabnya bagi mereka tak ubahnya dengan petir yang turun sambar-menyambar.
2). Amsal Kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamtsil (permisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Contohnya adalah:
A. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan: خير الأمور الوسط (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya), yaitu firman Allah mengenai nafkah:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (Qs. Furqan (25): 67).
B. Ayat yang senada dengan perkataan: ليس الخبر كالمعاينة ( Kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri).
“Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. (Qs. al-Baqarah (2): 260)
C. Ayat yang senada dengan perkataan: كما تدين تدان ( sebagaimana kamu telah menghutangkan, maka kamu akan dibayar).
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu” (Qs. an-Nisa (4): 123).
D. Ayat yang senada dengan perkataan: لا يلدغ المؤمن من جحر مرتين (Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali dalam lubang yang sama).
“Berkata Ya'qub: "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?"(Qs. Yusuf (12): 64).
3). Amsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Contohnya:
a). “Sekarang jelaslah kebenaran itu” (Qs. Yusuf (12): 51).
b). “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu” (Qs. al-Baqarah (2): 216).
c). “Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja” (Qs. Shaffat (37): 61).
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini, apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai matsal?.

Faedah-faedah Amtsal
1). Menonjolkan sesuatu ma’qul (yang hanya bisa dijangkau akal, abstrak) dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya; sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk inderawi yang dekat dengan pemahaman. Misalnya Allah membuat perumpamaan bagi keadaan orang yang menafkahkan harta dengan riya’ dimana ia tidak akan mendapatkan pahala sedikit pun dari perbuatannya itu,
“Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan” (Qs. al-Baqarah (2): 264).
2). Menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tampak seakan-akan sesuatu yang tampak. Misalnya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila” (Qs. al-Baqarah (2): 275).3). Mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang padat, seperti amsal kaminah dan amsal mursalah dalam ayat-ayat diatas.
4). Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika ia sesuatu yang disenangi jiwa.
5). Menjauhkan (tanfir, kebalikan no.4), jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci jiwa. Seperti dalam firman-Nya,
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (Qs. al-Hujurat (49): 12).
6). Untuk memuji orang yang diberi matsal.
7). Untuk menggambarkan (dengan matsal itu) sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya matsal tentang keadaan orang yang dikarunia Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya (Qs. al-A’raf (7): 175-176).
8). Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebut amtsal di dalam alqur’an untuk peringatan dan pelajaran. Ia berfirman:
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran” (Qs. az-Zumar (39): 27).
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Qs. al-Ankabut (29): 43).
Contoh Matsal dalam alqur’an.
Dalam alqur’an surat al-baqarah (2) ayat 26-27 disebutkan,
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”
Dalam ayat ini Allah Swt menjadikan nyamuk sebagai objek untuk bahan pemikiran bagi manusia. Bagi manusia yang tertanam iman dalam hatinya, sekalipun nyamuk merupakan binatang yang dianggap sepele, tetapi dapat menghantarkan akan kekuasaan Allah yang tidak akan mungkin dapat ditandingi oleh manusia yang serba terbatas. Allah menantang kepada manusia untuk dapat menandingi hasil cipta-Nya sekalipun itu hanya seekor nyamuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar